Kekeliruan Akad Nikah Menyandingkan Kedua Mempelai, Apa Benar Nikahnya Tidak Sah?


Foto diolah  via motivasina.blogspot.com

Hukum menyandingkan kedua mempelai

Masih sering dijumpai akad nikah dengan menyandingkan kedua mempelai, ada yang menyebutkan hal ini tidak diperbolehkan, lalu jika tak tau dan sudah terlanjur apa benar akad nikahnya tidak sah atau gagal?

Hendaknya pengantin wanita tidak ikut dalam majelis akad nikah.

Karena umumnya majelis akad nikah dihadiri banyak kaum lelaki yang bukan mahramnya, termasuk pegawai KUA.

Baca juga : Sering Meninggalkan Sholat Wajib? Segeralah Bertaubat, Ini Cara yang Dianjurkan Allah

Pengantin wanita ada di lokasi itu, hanya saja dia dibalik tabir. Karena pernikahan dilangsungkan dengan wali si wanita.

Allah Ta’ala mengajarkan,

… وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ …

“… apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita yang bukan mahram), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka …” (QS. Al-Ahzab: 53)

Tidak diragukan lagi bagi orang-orang yang masih mempunyai fitrah suci dan ghirah (kecemburuan) agama bahwa perbuatan seperti itu banyak mengandung kerusakan besar.

Laki-laki asing mempunyai peluang besar untuk melihat perempuan-perempuan mutabarrijat (dengan dandanan dan perhiasan yang dapat mengundang fitnah dan maksiat, pent) dan akibat buruk yang akan timbul darinya, sebagaimana yang dikutip dari akun facebook Nenk Romlah.

Maka wajib dicegah dan dihapuskan sama sekali karena pertimbangan banyak fitnahnya dan demi memelihara komunitas masyarakat wanita dari hal-hal yang menyalahi syari’at Islam yang suci.

Jika dalam kondisi normal dan ada lelaki yang hendak menyampaikan kebutuhan atau hajat tertentu kepada wanita yang bukan mahram.

Allah syariatkan agar dilakukan di balik hijab maka tentu kita akan memberikan sikap yang lebih ketat atau setidaknya semisal untuk peristiwa akad nikah.

Baca juga : Hindari 7 Hal ini Setelah Berjima' Karena Berbahaya Menurut Medis dan Islam

Karena umumnya dalam kondisi ini, pengantin wanita dalam keadaan paling menawan dan paling indah dipandang.

Dia didandani dengan make up yang tidak pada umumnya dikenakan.

Kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat dalam hal ini, memposisikan calon pengantin wanita berdampingan dengan calon pengantin lelaki ketika akad.

Bahkan keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya. Bukankah kita sangat yakin, keduanya belum berstatus sebagai suami istri sebelum akad?

Menyandingkan calon pengantin, tentu saja ini menjadi pemandangan yang bermasalah secara syariah.

Ketika Anda sepakat bahwa pacaran itu haram, Anda seharusnya sepakat bahwa ritual semacam ini juga terlarang.
.
Lalu ada pertanyaan dalam ketidak bolehannya, apakah bisa mengagalkan atau akad nikahnya tidak sah ?

Tidak juga.. Hanya saja etikanya demikian seperti yg sudah dijelaskan diatas karena umumnya majelis akad nikah banyak dihadiri oleh kaum lelaki yg bukan mahrom dan kehadiran mempelai wanita pun bukan menjadi syarat sah akad nikahnya.

Perbuatan seperti itu haram hukumnya dan tidak boleh dilakukan, karena bersandingnya kedua mempelai di hadapan kaum wanita pada acara tersebut, tidak diragukan lagi.

Dapat menimbulkan fitnah (maksiat) dan membangkitkan gairah syahwat, bahkan bisa berbahaya terhadap istri (mempelai wanita).

Baca juga : Memang Istri Harus Patuh Suami, Tapi Bagaimana Bila Suami Tak Peduli pada Mertuanya?

Karena bisa saja sang suami melihat perempuan yang ada di hadapannya yang lebih cantik daripada istrinya dan lebih bagus posturnya.

Hingga ia kurang tertarik kepada istri yang ada di hadapannya dimana ia mengira (sebelumnya) bahwa istrinya adalah wanita yang paling cantik dan bagus.

Kesimpulan nya : Bahwa mempelai wanita tidak diharuskan hadir pada saat pelaksanaan akad nikah.

Artinya, akad nikahnya tetap sah meski tanpa kehadiran mempelai wanita.

Sebab, kehadiran mempelai wanita dalam akad nikah bukanlah merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah.

Sebuah akad nikah dikatakan sah jika memiliki 5 syarat berikut:

1. Ta’yin Az Zaujain, menyebutkan secara pasti individu pasangan yang dinikahkan, bukan dengan ungkapan yang membuat ragu. 

Tidak boleh wali nikah hanya mengatakan: “saya nikahkan anda dengan anak saya“, padahal ia memiliki banyak anak. Harus disebutkan secara pasti anaknya yang mana yang ia nikahkan, dengan menyebutkan namanya. Misal dengan mengatakan: “saya nikahkan anda dengan anak saya, Aisyah“, ini sah.Tidak boleh juga sekedar menyebutkan: “saya nikahkan anda dengan anak saya yang besar (atau yang kecil)“, yang memungkinkan salah paham.

Baca juga : Hadiah Terbaik Untuk Ibumu, Doa Harian Diamalkan Tiap Selesai Sholat Wajib

2. Adanya keridhaan dari kedua mempelai

3. Adanya wali, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

لا نكاح إلا بولي

“tidak ada pernikahan kecuali dengan wali” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
dan juga hadits:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل. فنكاحها باطل. فنكاحها باطل

“Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal” (HR. Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh As Suyuthi dan Al Albani)

Dan urutan yang paling berhak menjadi wali untuk menikahkan seorang wanita adalah ayahnya, lalu kakeknya, lalu anaknya, lalu saudara kandung, lalu paman dari bapak, lalu lelaki yang paling dekat jalur kekerabatannya setelah paman, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama.

Sebagian ulama ada yang lebih mengutamakan anak lelaki yang sudah baligh dari seorang wanita, daripada ayahnya untuk menjadi wali

4. Adanya saksi. Berdasarkan hadits Imran bin Hushain secara marfu‘:

لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل

“tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” (HR. Ibnu Hibban, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Adz Dzahabi)

5.Tidak terdapat hal yang menghalangi keabsahan nikah, atau dengan kata lain, kedua mempelai halal untuk menikah. Hal-hal yang menghalangi keabsahan nikah misalnya:

  1. Keduanya termasuk mahram
  2. Masih ada hubungan saudara sepersusuan
  3. Beda agama, kecuali jika mempelai suami Muslim dan mempelai wanita dari ahlul kitab maka dibolehkan dengan syarat wanita tersebut afifah (wanita yang menjaga kehormatannya).
  4. Sang wanita masih dalam masa iddah

Wallahu a’lam.